Kawanku Korban Media

Posted by Ditulis oleh Ruang Public On Minggu, November 23, 2008

Kawan, kurang lebih 30 menit yang lalu, hand phoneku berbunyi, ternyata ada pesan masuk dari seorang kawan sekaligus rekanku bekerja di SINDO Jabar. Entah kenapa dan tidak biasanya dia mengirimkan pesan agar aku mengunjungi blog miliknya yang baru semalam dibuat bersama2 denganku. Dia memang selalu bercanda, maka aku penasaran untuk membuka blog miliknya. Berharap ada hal aneh dan lucu, seperti yang biasa dia lakukan, untuk kujadikan bahan lelucon menutup sementara segala permasalahan.

Tapi ternyata sangat berbeda dengan apa yang kuharapkan dan kupikirkan sebelumnya. Salah satu posting tulisannya menceritakan suatu malam dia ditelfon oleh redaktur kami di Jakarta. Redakturku itu memberitahukan bahwa dia tidak diperpanjang kontraknya untuk bekerja di SINDO. Alasannya seputar tingkahnya yang dinilai bos besar sangat konytroversial saat dia berjuang bersama kawan2 redaksi SINDO Bali. Karena terlalu vocal untuk menyelematkan rekan seprofesinya dan akhirnya berhasil, ia terpaksa dibuang untuk bekerja diluar bali, dan diperbantukan di Bandung.

“Gak tau ini strategi supaya perlahan membunuhku atau memang mau menyelamatkanku,” kata Miftahul Ulum beberapa waktu lalu. Kawan Ulum inilah rekanku yang selalu bersama-sama aku setiap harinya beberapa bulan terakhir. Sehingga, dia selalu banyak bercerita mengenai apa yang terjadi disana (Bali) dulu.

Kembali ke permasalahan utama, alhasil di bicara bertiga dengan kepala redaksi dan kepala biro SINDO Jabar di kantorku. Kepred dan Kabiro pun mengaku tidak mengetahui alasan utama tidak diperpanjang lagi kontrak kawanku ini. Dia memutuskan untuk menuliskan menelfon pemimpin redaksiku di Jakarta, namun memang bos tidak akan mau diganggu, apalagi oleh anak buah yang dinilainya mengancam. Dia mencoba cara lain dengan mengirimkan surat elektronik (email) kepada salah redaktur yang juga kawannya. Namun surat itu pun tak terbalaskan.

Membaca apa yang dipostingnya di Blog, aku segera menghubunginya yang saat itu dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya di Blitar. Kami berkomunikasi melalui messenger, dan dia mengiyakan apa yang terjadi pada dirinya. “Semua yang aku tulis kan sudah berbicara,” kata Ulum dalam YMnya. Aku yang merasa bahwa ini tidak adil, meminta dia tidak menyerah dan memikirkan langkah penyelamatan untuk dia. Selain ini tidak dapat diterima akal sehat, dapat kukatakan bahwa dia adalah salah satu andalan di Biro kami, walaupun pos peliputan aku dan Ulum tidak jelas dibandingkan dengan yang lain. Sehar-hari kami berdua hanya dipusingkan dengan pencarian isu tanpa bantuan nyata dari redaktur ataupun asred di Jakarta. Bagaimana pun juga, dia sungguh kawanku…

Ulum mengaku, dia tidak mau mengatakan hal ini pada kawan2 yang lain, lantaran situasi memang sedang berat2nya. Ia menyembunyikan alasan utama kepulangannya ke Blitar. Aku tau benar apa yang dirasakannya dan menurutku dia harus dipertahankan oleh Koran ini karena kualitas dia sebagai seorang jurnalis tidak perlu diragukan. Aku sendiri belum tahu strategi apa yang tepat untuk menyikapi masalah ini.

Ulum memang bukan yang pertama mendapatkan kebijakan tidak adil, sudah ada daftar nama redaksi SINDO Jabar yang mendapat perlakuan sama lantaran tidak bersikap manis. Berderet pula nama2 kawan2 redaksi SINDO Jabar yang memilih meninggalkan jalan ini lantaran muak dengan kebijakan dan situasi yang tidak berpihak pada kami.

Astaga, semakin picik saja penilaianku terhadap pemegang kekuasaan yang bisa berbuat segala sesuatu dengan uang yang mereka miliki. Ketika segala sesuatunya sudah tidak menguntungkan, maka harus ada yang dikorbankan, dan orang kecil yang dianggap tak berdayalah yang menjadi sasaran. Mereka yang tidak siap untuk membangun sebuah media, hanya akan menciptakan korban-korban media, salah satunya dia, kawanku…