Tribut To Gin2


Matahari itu Kini Menyinari Tempat Lain..

Sudah beberapa hari ini, awan hitam tinggal dan enggak pergi dari Jalan Aceh No.62. Awan hitam kesedihan dan kepedihan, bercampur dengan emosi yang tak tertahankan..

Ya, satu peristiwa telah terjadi beberapa hari ini. Satu peristiwa yang menimbulkan luka teramat dalam bagi kami semua, gerbong redaksi SINDO Jabar. Bahkan, kepedihan itu terasa hingga perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah, entah apakah sampai juga ke Jakarta. Yang pasti, yang paling merasakan adalah saya dan kawan-kawan di Bandung. Beberapa hari lalu, terhitung sejak 02 Februari 2009, sang pembawa kabar matahari yang biasa menerangi ruangan sempit kami di kantor biro, sudah tidak lagi berjuang bersama kami. Sinar terangnya sudah berganti dengan awan hitam yang entah kapan akan menghilang, dan diganti dengan sinar baru…

Gingin Tigin Ginulur, adalah jurnalis SINDO Jabar yang akhirnya mengikuti jejak rekan-rekan kami sebelumnya. Dia terpaksa memutuskan untuk melompat ke tempat yang lain karena ketidakpastian yang selama ini dirasakannya. Mang Gin adalah yang terbaik diantara kami…Namun sayang, seorang yang sangat berkualitas itu harus meninggalkan kami karena secara tidak langsung diterlantarkan oleh sang penguasa.. Sesungguhnya, Mang Gin memang layak untuk dipertahankan karena kualitas dan pengabdiannya selama ini.

Sejak sore itu, entah kenapa Mamg Gin terlihat gelisah, tidak seperti hari biasanya. Datang ke kantor amat sore, bahkan menjelang maghrib, bersamaan dengan terbenamnya matahari…Bodohnya saya, karena tidak terlintas sedikitpun bahwa ada sesuatu yang berat dalam pikirannya..Sore itu (01/02), saya sesegera mungkin menyelesaikan semua berita yang saya dapat sejak pagi hingga sore.. Usai mengerjakan 4 berita, saya ijin untuk melanjutkan liputan malam ke Mapolwiltabes, karena saat itu ada deklarasi pemilu damai. “Mang, saya ke Polwil dulu, barangkali mau menyusul, saya ada disana,” ujar saya pada Mang Gin yang masih terlihat gelisah. Dia hanya mengucapkan satu kata andalannya “Siap..” balas Mang Gin.

Tepat pukul 19.30 WIB, berangkatlah saya menuju Mapolwiltabes dan menyelesaikan tugas yang harus saya selesaikan. Sampai dikantor tepat pukul 22.00WIB, Mang Gin masih duduk didepan koputernya. Segera mungkin saya ketik naskah berita dan menyelesaikan pekerjaan saya yang tersisa malam itu..

“Masih banyak kerjaannya, Noe??” tanya Mang Gin….”Sebentar lagi selesai Mang,” jawabku singkat. Rupanya pertanyaan itu pertanda ada hal penting yang ingin disampaikannya padaku. Akhirnya, naskah itu selesai juga sebelum pukul 23.00 WIB.. Saat itu, hanya beberapa orang diantara kami yang masih bertahan di kantor. Kepala Redaksi kami, Mang Yogi sudah pulang terlebih dulu..(mungkin dia sudah tahu apa yang akan disampaikan Mang Gin pada kami). “Ngobrol dibelakang Noe..” ajak Mang Gin, langsung kuiyakan.

Kedatanganku ke belakang rupanya terlambat..Sebelumnya Mang Gin sudah menyampaikan satu hal pada Mudasir sang fotografer, Krisiandi, Rudini, dan Mas Rohmat. Saya yang datang terlambat, sempat binggung dengan obrolan tersebut. Aku yakin ada yang tidak beres disini..“Ada apa ini Mang?” tanyaku pada Mang Gin2. ternyata pikiranku benar saja, dia menjawab dengan cukup tenang “Besok saya udah gak kerja disini Noe,” kata Mang Gin. Sudah bisa ditebak, perasaan yang saat itu ada..Enggan banyak bicara..karena emosi yang tak terhingga, karena saya tahu alasannya..

Mang Gin, mulai menjelaskan kronologis kepindahannya dari SINDO Jabar menuju Bandung Ekspress, sebuah koran baru, Jawa Pos Group di Bandung. Mang Gin mulai menjelaskan, saat memulai interview, hingga memutuskan untuk mengambil peluang itu..Dia juga menjelaskan kesulitannya untuk membicarakan hal ini pada kami..Saya tahu betul kesedihan yang dirasakannya saat memutuskan melompat dari SINDO. Sepanjang obrolan kami selama hamper satu jam, saya hanya diam dan enggan berkomentar..

“Kenapa diam aja Noe?? Ngomong dong…” ujar Mang Gin berulang-ulang..Aku hanya menjawab “Saya binggung harus komentar apa..Sudah lelah dengan kejadian yang sama yang terus terulang,” jawab saya sambil sesekali mengepulkan asap rokok..”Maafin saya Noe, tapi saya terpaksa memutuskan ini..Kan tau sendiri, nasib saya gak jelas, ini ada peluang, saya akan coba..Saya jadi redaktur disana Noe,” jelasnya sambil merangkul saya..dalam hati saya, itu memang posisi yang paling cocok dan layak untuk seorang Gin2..

Di satu sisi, emosi saya memuncak karena dia yang berharga itu harus menjadi redaktur di tempat lain..”Kenapa perusahaan ini tidak memberikannya jaminan atau kepastian? Dia layak dapat itu, dia pun pantas sudah menjadi redaktur,” pikirku dalam hati..”Kenapa semua harus mendadak, dan terjadi berulang-ulang..setelah Ulum, Putu, sekarang Mang Gin,” tanyaku padanya. Lagi-lagi Mang Gin hanya menjawab dengan kata Maaf..Saya tidak menyalahkan keputusannya, itu memang yang terbaik untuknya..saya pun tidak akan mencegah langkahnya, hanya menyesalkan kondisi kami disini…

Akhirnya, dia benar-benar pamit pada kami semua..”Noe, udah malam..saya juga belum cerita sama istri saya..dia sudah nunggu dirumah, saya pamit ya…” ujar Mang Gin yang semakin menambah dingin malam itu..”Iya Mang, hanya doa dan semangat saya yang akan selalu ada buat Mang Gin2..sukses di tempat yang baru Mang,” jawab saya diikuti pelukan dan salam persahabatan dari saya untuk Mang Gin, dan untuk kawan-kawan yang lain saat itu..”Jangan pernah bilang selamat tinggal Mang..karena tidak ada yang pergi dari kita,” tambahku..

Beberapa bulan ini, saya memang dekat dengan Mang Gin..saya perlu banyak belajar banyak dari dia, tentang pekerjaan, tentang hidup dan banyak hal lainnya….Kadang, kami menghabiskan banyak waktu dengan bercanda bersama, kadang kami juga berdiskusi mengenai banyak persoalan..sambil sesekali berkata ”Ke Dago 34 yuk Noe..” katanya. Ya,. Dago 34 adalah salah satu tempat andalan kami…Setiap ada perjumpaan, memang ada perpisahan..Saya kembali kehilangan, salah satu kawan sekaligus saudara terbaik..

Perpisahan malam itu pun diakhiri dengan foto bersama..sebagai kenang-kenangan akan dirinya saat masih berjuang bersama kami..entah kapan lagi saya bisa bertemu lagi dengannya..yang pasti, dia sudah menjawab kegelisahan hati yang selama ini terus ada di pikirannya..dia pun berani untuk menentukan sikap atas kondisi saat ini..sinar terang matahari itu, kini akan menerangi ruang lain disana..

Mang Gin selalu memberikan semangat untuk tidak menyerah pada keadaan..disaat kondisi yang buruk beberapa waktu lalu, dia mengutip sebuah lagu, dan memberikannya pada kami semua…

“…Jalan kita masih panjang..
Masih ada waktu tersisia….
Coba Kuatkan dirimu…
Jangan Berhenti Disini…”

Kini, sebait lirik dalam lagu itu telah tertanam di hati, dan menjadi sesuatu yang akan selalu mengingatkanku padanya..

“Jika aku boleh memilih, ingin sekali rasanya tetap berada didekatmu untuk berjuang bersama melewati kerikil-kerikil kehidupan dan teriknya panas matahri yang membakar semangat ini…Kupeluk kau erat dengan penuh semangat yang tersisa dari perjuangan kami semua..”


Tidak perlu ada kata ‘Maaf ‘karena tidak ada yang salah diantara kita semua…

Sukses selalu kawan…,


Bandoeng, 07 Februari 2008

mencari jawaban kegelisahan hati

Untuk kawanku yang masih terus gelisah dalam keprihatinan…

Belakangan ini banyak pertanyaan muncul. Pertanyaan lama yang kembali mengusik hati dan pikiran kawan2 yang notabene dikatakan sebagai watch dog..Gejolak dalam hati rasanya semakin kencang dan tak berhenti berdegub. Otak kecil ini pun semakin terus berputar, tanpa henti. Keadaan yang terjadi, saya akui memang melemahkan seluruh sendi-sendi tubuh ini. Rasa lelah bukan hanya di fisik saja, namun juga pikiran ini. Saya rasa begitu juga yang diraskan kawan-kawan..
Kesejahteraan merupakan hak bagi setiap buruh yang hidup dari upah atas pekerjaannya. Namun, tidak perlu belas kasihan untuk mendapatkan apa yang menjadi haknya. Yang diperlukan hanyalah keberanian untuk bersikap. Saya percaya bahwa perjuangan menuntut hak bukanlah sesuatu yang najis atau diharamkan. Namun merupakan panggilan hati atas apa yang sudah dikerjakan dan diberikan. Kewajiban sudah dipenuhi, apa salahnya menuntut hak sebagai sebuah tambahan tenaga dan energi, sekaligus sebagai sedikit penghargaan bagi merke yang bergelut dengan debu dan keringat..
Saya juga percaya bahwa proses ini adalah suatu perjalanan yang amat panjang, namun tidak mustahil akan terselesaikan, kendati tidak ada batasan waktu untuk itu semua..Apa yang diserukan oleh kawan-kawan juga bukan hal yang aneh. Ketika eksploitasi terjadi, maka secara otomatis akan timbul percikan api dan mungkin akan membesar nantinya. Entah siapa bisa menjawab pertanyaan mang Anas dan juga kawan lainnya yang gelisah lantaran haknya tergerus sistem yang ada saat ini.
Entah benar atau tidak pernyataan tuan besar yang beberapa waktu lalu datang bertandang ke kantor biro, dengan mengatakan bahwa jika kalian mencari kesejahteraan, bukan di sini tempatnya..lalu apa yang dicari disini??apakah seperti ini membangkitkan semangat awak perahu yang selama ini berkeringat untuk terus mendayung hingga sampai tempat tujuan..Dan apakah ada jaminan bahwa sabar akan menjawab semua kegelisahan hati??
Sederetan nama kawan-kawan tercatat telah menentukan sikap dan berani dalam memutuskan. Sisanya, memilih bertahan dalam ketidakpastian dan dihinggapi kegelisahan dan kegundahan hati..Mereka telah menujukkan keberanian diri dengan beragam cara. Terlepas benar atau tidak sikap mereka, apresiasi atas keputusan itu perlu dibanggakan. bagaimanapun juga, mereka pernah dan tetap menjadi bagian dari perjalanan panjang ini. Tidak selamanya bisa berjalan bersama, nasib serta masa depan ditentukan masing-masing kawan. Hanya doa dan semangatku yang pergi bersama mereka. Kerinduan itu terkadang datang menghampiri, dan hanya bisa berlalu bersama angin..
Yang kita hadapi saat ini adalah sistem yang kuncinya tidak terletak pada satu orang. Keberanian itu seperti sebuah keberimanan sekaligus sebuah sikap. Jika kita peroleh keberanian, maka saat itu juga kita memiliki harga diri yang bisa dihargai orang lain. Ini sekedar refleksi dari situasi yang nampaknya menuntut kita tidak boleh berhenti berfikir. Nasib kita tidak bergantung pada orang lain, tapi ada di tangan kita sendiri. Apa yang terjadi saat ini membuat kita terus larut dan terjebak dalam wacana-wacana saja, sedangkan kita enggan untuk berdiri mencari jawaban kegelisahan hati…

Salam dari saya untuk semua kawan yang telah menentukan nasibnya sendiri,

Kembali Pulang

Satu (Lagi) Kawanku Memilih Balik Kanan

Kawanku itu menungguku pulang semalam….

Tak seperti hari biasanya, dia tidak terlelap terlebih dulu sebelum aku sampai ke kamar kosku sekitar pukul 00.30 WIB. Rasa letih seharian bekerja, sangat terasa menusuk sampai ke tulang ketika kawanku itu hanya mengucapkan satu kalimat saja. “Nu, besok gue balik ke Bali..” ujar Putu A Nova, salah satu reporter SINDO Bali yang diperbantukan di Jabar. Kawanku ini, datang bersama dua rekannya yang juga dari bali yakni Miftahul Ulum dan Mas Rohmat sekitar pertengahan Juni tahun lalu.

Perkataan kawanku ini sempat membuatku terdiam, dan tidak menggangap hal ini serius. Karena kami biasa bercanda untuk menghibur hati sekaligus mengusir rasa lelah sepanjang hari. Tapi rupanya kawanku itu serius dengan perkataannya..Sekali lagi dia menegaskan padaku bahwa hari ini dia akan kembali pulang ke kampung halamannya di Pulau Dewata.

Saat itu juga ranah emosiku bermain. Seakan tidak mau menerima kenyataan bahwa dia telah masuk dalam daftar panjang kawan2 yang memilih melompat lebih awal daripada aku..Diskusiku berlangsung cukup lama dengan kawanku itu. Kami berbincang sejak pukul 00.30 WIB hingga pukul 02.30, ketika aku suadh tidak bisa lagi membujuk dia untuk tetap bertahan dan tinggal walau hanya sebentar saja…

Beberapa kali saya sempat membujuknya. “Tunggulah sebentar, kita sudah sepakat sebelumnya bahwa segala sesuatunya kita bicarakan sama2. kenapa harus mendadak seperti ini?” tanyaku tak terima. Pikiranku benar-benar kalut, dalam hati kecil ini berkata “Kenapa harus ada lagi yang pergi setelah satu kawanku (Ulum) akhirnya dipaksa pergi?” kataku dalam hati.

Dia hanya menjawab “Berat memang harus meninggalkan teman2 disini, tapi gue udah memikirkan ini matang2 dan putuskan kalau gue harus melompat lebih awal. Karena gue gak bisa menunggu tanpa kepastian,” tegasnya yang akhirnya memaksa aku untuk menerima alasan itu..kawanku itu juga bilang bahwa besok dia akan pamit ke semua kawan2 redaksi. Keputusannya teguh dan tak tergoyahkan dan aku hargai itu…Akhirnya pembicaraan itu aku tutup dengan harapan agar dia bisa mendapatkan sesuatu yg lebih baik dibanding kondisi kami disini…Semalaman sulit rasanya untuk tidur, lantaran harus menerima semua kondisi yang serba tidak pasti ini. Dan terlintas “Sampai kapan aku harus seperti ini??” pikirku.

Pagi ini, aku harus kembali dengan segala aktivitasku..Terbangun dan mendapati kawanku itu sudah tidak di kamarnya. Dia sudah ke kantor rupanya…Biasanya dari kost, aku langsung pergi liputan, tapi tidak hari ini…Aku mampir ke kantor untuk sekedar mengucapkan sesuatu yang akan mengantarkannya kembali ke tanah kelahirannya. Aku tidak mengucapkan selamat jalan atau selamat tinggal, karena persaudaraan kami tidak akan berpisah, walaupun harus jauh berada di tempat berbeda…

Siang tadi, sms dari kawanku itu mampir hampir ke setiap nomer kawan2 redaksi Bandung. Isinya jelas, “Temans, saya mohon maaf kalau selama tugas di Bandung punya kesalahan Mulai hari ini saya undur diri dari SINDO sekaligus pamitan karena hari ini juga saya pulang ke Bali. Mari kita melangkah menggapai semua dari temoat berbeda. Trims teman,” begitulah pesan singkatnya.

Kawanku ini pun salah satu korban dari sederatan kawan2 lainnya karena sistem yang tidak sehat. Kawanku itu adalah orang kesekian kalinya yang akhirnya memilih pergi lantaran tidak mendapat penghargaan dari kerja keras dan pengorbanannya…Jaln itu tlah kau pilih kawan..semoga kau tidak salah melompat, dan terjatuh di lubang yang sama.. Doa dan semangatku akan menyertaimu kemanapun kau melangkah kawanku…Mungkin suatu saat, aku juga akan mengikuti langkahmu…

Wartawan Perang

Kawan…
Akhir-akhir ini mulai banyak muncul berita di media-media mengenai sepak terjang para teroris yang ada di muka bumi ini. Entah mereka datang dari mana, yang jelas banyak kecaman terahadap keberadaan mereka yang dinilai telah menginjak-injak nilai kemanusiaan. Berita yang muncul di media, sangat detail menggambarkan bagaimana aksi teror dilakukan oleh mereka semua. Mulai dari penculikan, pengeboman, hingga aksi baku tembak dengan tentara perdamaian.
Sebagai seorang jurnalis, membaca berita-berita seperti itu, pikiran langsung melayang ke wilayah konflik yang tergambar didalam berita. Situasi mencekam, dentuman meriam, pekikan senjata, hingga tangisan anak-anak dan perempuan tak bersalah yang jadi korban. Namun itu hanya sebatas angan-angan saja, saya atau kita tak mampu menggambarkan betul detail kejadian disana.
Daerah rawan konflik memang penuh tantangan bagi seorang pewarta berita yang bertugas menyampaikan sesuatu pada orang banyak. Rasa ketakutan dan intimidasi, serta perihnya hati melihat korban-korban berjatuhan, pasti akan mewarnai hari-hari seorang jurnalis daerah konflik. Hebatnya, itu semua dapat terasa dan tergambarkan dalam barisan kalimat dan kata2 yang akan dibaca banyak orang. Entah apa yang membuat barisan kalimat itu seolah bernafas dan benar-benar hidup. Yang jelas, menjadi wartawan perang yang bertugas di daerah konflik, memerlukan rasa humanis dan keterampilan yang cukup. Tanpa itu semua, berita yang dihasilkan hampa tak bernyawa.
Merebaknya aksi teror yang terjadi di belahan dunia lain akhir-akhir ini, membuat orang semakin khawatir akan ancaman aksi teror dari orang-orang tak bertanggungjawab. Di berbagai daerah di Indonesia, berlomba-lomba menggelar simulasi anti teror sebagai salah satu persiapan tentara menangkal aksi terorisme. Salah satunya dilakukan di Bandung oleh Pasukan Batalyon Infanteri 300/Raider Banjar Kedaton (Yonif 300/RBK) Kodam III Siliwangi. Mengambil lokasi hotel Preanger di Jalan Asia Afrika, simulasi ini pun digelar dengan sekenario yang cukup panjang. Entah mereka siap atau tidak jiak keadaannya benar terjadi. Tapi apapun itu, kita patut mendukung upaya-upaya yang dilakukan demi terciptanya kedamaian di muka bumi ini.
Saya mendapat satu kesempatan dan pengalaman untuk belajar meliput dan menulis berita yang menggambarkan mengenai aksi teror di hotel tersebut. Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba, berangkatlah saya dengan wartawan lain ke Hotel Preanger dimana sudah di setting tempat dan pemeran adegan teror itu. Dede Yusuf sang aktor kenamaan Indonesia yang kini menjadi politisi didaulat menjadi korban aksi teror. Saya memperhatikan betul dan mencoba merasakan apa yang terjadi jika ini benar-benar nyata.
Saya berada di dalam aksi teror dimana dentuman bom datang tak terduga, pekikan senjata tak pernah berhenti berbunyi, serta teriakan korban menjadi bagian dari proses liputan. Akhirnya kutuliskan dalam sebuah berita untuk koranku esok hari. Begini beritanya:

Yonif 300/RBK Selamatkan Wagub dari Aksi Teroris
BANDUNG (SINDO) – Pasukan Batalyon Infanteri 300/Raider Banjar Kedaton (Yonif 300/RBK) berhasil menyelamatkan Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf dalam drama penyanderaan oleh sekelompok teroris di Hotel Grand Preanger, kemarin.
Wagub Dede Yusuf yang kala itu sedang melakukan rapat tertutup dengan sejumlah ketua umum kamar dagang dan industri (Kadin) dari berbagai negara sahabat di lantai 3 Hotel Grand Preanger, dikejutkan dengan aksi para teroris yang sebelumnya telah berhasil melumpuhkan penjaga keamanan hotel. Para teroris menyandera wagub dan peserta rapat serta meminta tebusan.
Selain wagub dan peseta rapat, para teroris juga menyandera sejumlah pengunjung di lobi hotel. Aksi teroris semakin beringas ketika mengetahui Pasukan Yonif 300/RBK mencoba masuk untuk menyelamatkan para sandera. Aksi baku tembak pun tak terhindarkan didalam lobi hotel. Para teroris yang mengenakan penutup kepala dan bersenjata lengkap, saling tembak dengan Pasukan Yonif 300/RBK. Bahan peledak telah disiapkan para teroris dan dipasang di sudut-sudut hotel tersebut.
Dari luar terdengar ledakan bahan peledak yang telah dipasang sebelumnya, dan mengakibatkan kepulan asap muncul dari dalam hotel. Disaat terjadi baku tembak di dalam lobi hotel, dua orang anggota dari Pasukan Yonif 300/RBK meluncur dari atas gedung dengan menggunakan sebuah tali, dan memecahkan kaca lantai 3 hotel untuk menyelamatkan Wagub dan sandera lainnya. Akhirnya, para teroris pun berhasil dilumpuhkan, dan para sandera berhasil dievakuasi keluar dari hotel. Kepulan asap dan api yang berasal dari ledakan bom, dipadamkan oleh pasukan biru dari Dinas pemadam kebakaran Kota Bandung. Sedikitnya tujuh unit mobil pemadam kebakaran, disiagakan untuk melumpuhkan si jago merah.
Aksi tersebut merupakan bagian dari simulasi penanganan anti terror yang dilakukan oleh Komando Daerah Militer (KODAM) III/Siliwangi untuk mengatasi aksi terror yang mengancam fasilitas public seperti hotel berbintang dan obyek vital lainnya. Pangdam III Siliwangi Mayor Jenderal TNI Rasyid Qurnuen Aquary mengatakan, segala bentuk terorisme yang terjadi di wilayah Jawa Barat pada khususnya harus dapat diantisipasi. Pasalnya, apapun yang berkaitan dengan terorisme bukan hanya akan berimbas pada korban jiwa saja, tapi juga melumpuhkan sendi-sendi lainnya, seperti pariwisata dan keamanan.
“Jawa Barat harus aman dari segala tindakan terorisme dan segala bentuk terorisme harus diantisipasi sejak awal. Kami akan tetap melakukan latihan seperti ini, sebagai salah satu langkah mengantisipasi aksi teroris,” tegas Rasyid Qurnuen Aquary pada wartawan seusai simulasi anti terror di Hotel Preanger kemarin. Menurutnya, setiap tempat yang menjadi persingahan wisatawan asing, selalu menjadi target tindakan terror. Dimana terdapat wisatwan asing, kemungkinan besar para teroris akan beraksi.
Untuk sementara, pihaknya baru memiliki 300 pasukan Yonif 300/RBK untuk mengantisipasi aksi terror. Pasukan tersebut, kata dia, sama halnya dengan Komando Pasukan Khusus (KOPASUS) yang siap untuk menghadapi akis teroris. Ia berharap, pasukan ini akan berkembang lebih banyak jika Panglima TNI AD meminta untuk mengembangkannya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf mengatakan, rasa aman dari segala aksi teroris merupakan point penting yang dapat menumbuhkan kepercayaan bangsa asing terhadap Indonesia, dan jawa Barat khususnya Bandung. “kalau rasa aman bisa diberikan dan ditunjukkan pada wisatwan, tentunya mereka tidak akan merasa khawatir untuk berwisata kesini, adegan tadi benar-benar menegangkan dimana ada tembakan dan ledakan. Ini lebih seru dari shooting film,” ujar Dede disambut tawa tamu undangan. (wisnoe moerti)

Seusai merasakan beberapa saat meliput aksi teror walaupun sekedar simulasi, menggugah kembali keinginan awalku untuk menajdi seorang jurnalis di daerah konflik. Keinginan yang bukan didasarkan untuk menyerahkan nyawa sia-sia, tapi lebih pada tantangan besar. Alangkah hebatnya mereka (jurnalis perang) yang berusaha menggambarkan secara nyata keadaan konflik agar benar-benar dirasakan dalam barisan kata dan kalimat. Menulis ditengah dentuman meriam, pekikan senjata, menjadi tantangan tersendiri. Ancaman dan intimidasi menjadi bagian dari liputan sehari-hari. Belum lagi dibutuhkan keteguhan hati saat menulis ditengah teriakan dan tangisan para korban. Saya benar ingin merasakan hal itu secara nyata, bukan gegabah atau merasa sombong, tapi lebih pada keinginan untuk berkembang dan maju. Bukan pula ingin berdiri diatas penderitaan orang lain dan membeberkan penderitaan mereka.
Setiap orang pasti punya keinginan dan cita-cita, mungkin inilah keinginanku ketika aku memutuskan menjadi seorang pewarta berita. Pewarta berita yang bukan hanya menunggu berita datang dari langit atau pemberian dari entah siapa. Saya hanya ingin memberikan kepada umat manusia mengenai apa yang saya lihat dan saya rasakan. Itu sudah…..

Bandoeng, 03 Januari 2009

Posting Terakhir

Ingat Waktu

Ingat Hari


Myspace Calendars, Nature Calendars at WishAFriend.com

Kotak Suara


ShoutMix chat widget