Ketika Pengamat Pemerintahan dan Wartawan Cemburu

Posted by Ditulis oleh Ruang Public On Jumat, November 28, 2008

Sebuah SMS yang tidak terlalu panjang, masuk ke HP-ku kemarin malam, tepatnya saat aku masih berkutat dengan berita yang tak kunjung selesai. Setelah kubuka ternyata dari narasumber yang baru saja kuhubungi via telfon. Dia adalah salah satu narasumber yang kerap menghiasi pemberitaan-pemberitaan di Koran saya, khususnya yang menyangkut kebijakan pemerintah. Dia adalah pengamat pemerintahan dari universitas negeri ternama di Kota Bandung.

Kebetulan malam itu saya minta pendapatnya terkait rencana rombongan Pemkot Bandung plus melibatkan kalangan akademisi, yang akan melakukan study banding ke luar negeri, tepatnya Bangladesh. Setelah kami berbicara panjang lebar di telfon dan saya telah mendapat inti dari pendapatnya, selang beberapa detik setelah gagang telfon aku tutup, masuklah SMS darinya. Pesannya cukup singkat,” Kenapa ngak ngajakin saya ya?” katanya dalam sms pertama.

Setelah membaca SMS tadi, aku tersenyum dan sedikit berfikir untuk menjawab SMS darinya. Dalam hati aku berfikir, apakah dia merasa cemburu lantaran dia yang notabene sering mengkritik segala kebijakan Pemkot, tidak ikut dilibatkan untuk pergi ke luar negeri. Atau yang dia katakan hanya sekedar bercanda menanggapi ulah Pemkot Bandung tersebut. Entahlah, yang jelas pesan singkatnya telah mencairkan kebekuan otakku yang kala itu pusing memikirkan berita yang tak kunjung selesai saat waktu sudah menujukkan pukul 19.00 WIB.

Beberapa kali kami berbalas SMS, yang kemudian juga kupancing dia untuk mengiyakan agar diusulkan sesekali wartawan pun perlu ikut diajak study banding ke luar negeri. Ternyata dia pun menanggapi positif isi SMS-ku itu. “iya, mestinya itu juga diusulkan ke Pemkot, sekali2 giliran itu diajak serta study banding jadi bisa lebih obyektif akan tahu persis apa yang dilakukan tim yang study banding tsb, baik legislative maupun eksekutif. Dan apakah benar waktunya efektif selama disana?jadi tidak suudzon kesannya selama ini kalau wartawan nulis kritik soal2 seperti ini,” ujarnya melalui SMS.

Pembicaraan di SMS pun berhenti pada ungkapannya yang mengatakan, “Saya tahu siapa yang diajak Pemkot ke luar negeri. Itu salah satu teman saya yang sedang ambil S3. Koq mau-maunya ya kalangan akademisi dijadikan bemper oleh pemerintah yang mau ke luar negeri,” tegasnya. Ah, dalam hatiku berfikir, lumayan apa yang disampaikannya cukup menghibur otakku, sembari menemani aku menyelesaikan berita yang kubuat tersebut.

Diperjalanan pulang aku masih tersenyum sendiri menggingat kejadian tadi. Dalam hatiku berfikir, mungkin dia ingin sekali diajak Pemkot ke luar negeri, tapi karena dia termasuk orang yang sering mengkritisi kebijakan Pemkot, maka impian itu tinggal kenangan. Walaupun tubuh ini terasa amat lelah, namun kuakui kejadian itu sedikit menjadi obat untuk mengembalikan tenagaku agar lebih fit esok hari.

Pagi ini aku liputan di kawasan Babakan Siliwangi yang kerap menjadi polemic. Aku teringat akan pengamat tersebut. Pasalnya, dia adalah salah satu orang yang mengkritisi kebijakan pemerintah di kawasan tersebut. Kembali aku tersenyum, teringat kejadian semalam. Tidak diduga sebelumnya, muncullah dia dibelakangku dan juga ikut hadir di acara tersebut. Walaupun kaget, aku menyapanya dengan sisa senyuman mengingat kejadian semalam. Alhasil, kami melanjutkan obrolan semalam yang terputus. Kecemburuan dari pengamat pemerintahan dan wartawan yang tidak pernah dilibatkan dalam segala hal yang dilakukan Pemerintah, apalagi yang berhubungan dengan ‘wisata bersama’ namun dibungkus dengan yang namanya ‘Study Banding’….