Tribut To Gin2

Posted by Ditulis oleh Ruang Public On Sabtu, Februari 07, 2009


Matahari itu Kini Menyinari Tempat Lain..

Sudah beberapa hari ini, awan hitam tinggal dan enggak pergi dari Jalan Aceh No.62. Awan hitam kesedihan dan kepedihan, bercampur dengan emosi yang tak tertahankan..

Ya, satu peristiwa telah terjadi beberapa hari ini. Satu peristiwa yang menimbulkan luka teramat dalam bagi kami semua, gerbong redaksi SINDO Jabar. Bahkan, kepedihan itu terasa hingga perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah, entah apakah sampai juga ke Jakarta. Yang pasti, yang paling merasakan adalah saya dan kawan-kawan di Bandung. Beberapa hari lalu, terhitung sejak 02 Februari 2009, sang pembawa kabar matahari yang biasa menerangi ruangan sempit kami di kantor biro, sudah tidak lagi berjuang bersama kami. Sinar terangnya sudah berganti dengan awan hitam yang entah kapan akan menghilang, dan diganti dengan sinar baru…

Gingin Tigin Ginulur, adalah jurnalis SINDO Jabar yang akhirnya mengikuti jejak rekan-rekan kami sebelumnya. Dia terpaksa memutuskan untuk melompat ke tempat yang lain karena ketidakpastian yang selama ini dirasakannya. Mang Gin adalah yang terbaik diantara kami…Namun sayang, seorang yang sangat berkualitas itu harus meninggalkan kami karena secara tidak langsung diterlantarkan oleh sang penguasa.. Sesungguhnya, Mang Gin memang layak untuk dipertahankan karena kualitas dan pengabdiannya selama ini.

Sejak sore itu, entah kenapa Mamg Gin terlihat gelisah, tidak seperti hari biasanya. Datang ke kantor amat sore, bahkan menjelang maghrib, bersamaan dengan terbenamnya matahari…Bodohnya saya, karena tidak terlintas sedikitpun bahwa ada sesuatu yang berat dalam pikirannya..Sore itu (01/02), saya sesegera mungkin menyelesaikan semua berita yang saya dapat sejak pagi hingga sore.. Usai mengerjakan 4 berita, saya ijin untuk melanjutkan liputan malam ke Mapolwiltabes, karena saat itu ada deklarasi pemilu damai. “Mang, saya ke Polwil dulu, barangkali mau menyusul, saya ada disana,” ujar saya pada Mang Gin yang masih terlihat gelisah. Dia hanya mengucapkan satu kata andalannya “Siap..” balas Mang Gin.

Tepat pukul 19.30 WIB, berangkatlah saya menuju Mapolwiltabes dan menyelesaikan tugas yang harus saya selesaikan. Sampai dikantor tepat pukul 22.00WIB, Mang Gin masih duduk didepan koputernya. Segera mungkin saya ketik naskah berita dan menyelesaikan pekerjaan saya yang tersisa malam itu..

“Masih banyak kerjaannya, Noe??” tanya Mang Gin….”Sebentar lagi selesai Mang,” jawabku singkat. Rupanya pertanyaan itu pertanda ada hal penting yang ingin disampaikannya padaku. Akhirnya, naskah itu selesai juga sebelum pukul 23.00 WIB.. Saat itu, hanya beberapa orang diantara kami yang masih bertahan di kantor. Kepala Redaksi kami, Mang Yogi sudah pulang terlebih dulu..(mungkin dia sudah tahu apa yang akan disampaikan Mang Gin pada kami). “Ngobrol dibelakang Noe..” ajak Mang Gin, langsung kuiyakan.

Kedatanganku ke belakang rupanya terlambat..Sebelumnya Mang Gin sudah menyampaikan satu hal pada Mudasir sang fotografer, Krisiandi, Rudini, dan Mas Rohmat. Saya yang datang terlambat, sempat binggung dengan obrolan tersebut. Aku yakin ada yang tidak beres disini..“Ada apa ini Mang?” tanyaku pada Mang Gin2. ternyata pikiranku benar saja, dia menjawab dengan cukup tenang “Besok saya udah gak kerja disini Noe,” kata Mang Gin. Sudah bisa ditebak, perasaan yang saat itu ada..Enggan banyak bicara..karena emosi yang tak terhingga, karena saya tahu alasannya..

Mang Gin, mulai menjelaskan kronologis kepindahannya dari SINDO Jabar menuju Bandung Ekspress, sebuah koran baru, Jawa Pos Group di Bandung. Mang Gin mulai menjelaskan, saat memulai interview, hingga memutuskan untuk mengambil peluang itu..Dia juga menjelaskan kesulitannya untuk membicarakan hal ini pada kami..Saya tahu betul kesedihan yang dirasakannya saat memutuskan melompat dari SINDO. Sepanjang obrolan kami selama hamper satu jam, saya hanya diam dan enggan berkomentar..

“Kenapa diam aja Noe?? Ngomong dong…” ujar Mang Gin berulang-ulang..Aku hanya menjawab “Saya binggung harus komentar apa..Sudah lelah dengan kejadian yang sama yang terus terulang,” jawab saya sambil sesekali mengepulkan asap rokok..”Maafin saya Noe, tapi saya terpaksa memutuskan ini..Kan tau sendiri, nasib saya gak jelas, ini ada peluang, saya akan coba..Saya jadi redaktur disana Noe,” jelasnya sambil merangkul saya..dalam hati saya, itu memang posisi yang paling cocok dan layak untuk seorang Gin2..

Di satu sisi, emosi saya memuncak karena dia yang berharga itu harus menjadi redaktur di tempat lain..”Kenapa perusahaan ini tidak memberikannya jaminan atau kepastian? Dia layak dapat itu, dia pun pantas sudah menjadi redaktur,” pikirku dalam hati..”Kenapa semua harus mendadak, dan terjadi berulang-ulang..setelah Ulum, Putu, sekarang Mang Gin,” tanyaku padanya. Lagi-lagi Mang Gin hanya menjawab dengan kata Maaf..Saya tidak menyalahkan keputusannya, itu memang yang terbaik untuknya..saya pun tidak akan mencegah langkahnya, hanya menyesalkan kondisi kami disini…

Akhirnya, dia benar-benar pamit pada kami semua..”Noe, udah malam..saya juga belum cerita sama istri saya..dia sudah nunggu dirumah, saya pamit ya…” ujar Mang Gin yang semakin menambah dingin malam itu..”Iya Mang, hanya doa dan semangat saya yang akan selalu ada buat Mang Gin2..sukses di tempat yang baru Mang,” jawab saya diikuti pelukan dan salam persahabatan dari saya untuk Mang Gin, dan untuk kawan-kawan yang lain saat itu..”Jangan pernah bilang selamat tinggal Mang..karena tidak ada yang pergi dari kita,” tambahku..

Beberapa bulan ini, saya memang dekat dengan Mang Gin..saya perlu banyak belajar banyak dari dia, tentang pekerjaan, tentang hidup dan banyak hal lainnya….Kadang, kami menghabiskan banyak waktu dengan bercanda bersama, kadang kami juga berdiskusi mengenai banyak persoalan..sambil sesekali berkata ”Ke Dago 34 yuk Noe..” katanya. Ya,. Dago 34 adalah salah satu tempat andalan kami…Setiap ada perjumpaan, memang ada perpisahan..Saya kembali kehilangan, salah satu kawan sekaligus saudara terbaik..

Perpisahan malam itu pun diakhiri dengan foto bersama..sebagai kenang-kenangan akan dirinya saat masih berjuang bersama kami..entah kapan lagi saya bisa bertemu lagi dengannya..yang pasti, dia sudah menjawab kegelisahan hati yang selama ini terus ada di pikirannya..dia pun berani untuk menentukan sikap atas kondisi saat ini..sinar terang matahari itu, kini akan menerangi ruang lain disana..

Mang Gin selalu memberikan semangat untuk tidak menyerah pada keadaan..disaat kondisi yang buruk beberapa waktu lalu, dia mengutip sebuah lagu, dan memberikannya pada kami semua…

“…Jalan kita masih panjang..
Masih ada waktu tersisia….
Coba Kuatkan dirimu…
Jangan Berhenti Disini…”

Kini, sebait lirik dalam lagu itu telah tertanam di hati, dan menjadi sesuatu yang akan selalu mengingatkanku padanya..

“Jika aku boleh memilih, ingin sekali rasanya tetap berada didekatmu untuk berjuang bersama melewati kerikil-kerikil kehidupan dan teriknya panas matahri yang membakar semangat ini…Kupeluk kau erat dengan penuh semangat yang tersisa dari perjuangan kami semua..”


Tidak perlu ada kata ‘Maaf ‘karena tidak ada yang salah diantara kita semua…

Sukses selalu kawan…,


Bandoeng, 07 Februari 2008

2 komentar

  1. Makasih kawan. Saya betul2 terharu membaca tulisan itu. Ini juga pilihan sulit buat saya. Semoga perubahan itu segera terjadi, karena buat saya, kamu dan kawan2 lainnya adalah aset......

    Posted on 7 Februari 2009 pukul 23.23

     
  2. Chill Place Said,

    speechless...
    tak tau ingin berkata apa, yg pasti untuk kakak2 senior saya di redaksi SINDO Jabar..yg sabar yah dan semangat terus!!
    untuk kang gin2 jg smoga tmbh sukses, huffhh life's hard

    Posted on 21 Februari 2009 pukul 23.09